Archive for November 2012

Forbidden Kiss

//Jumat, 30 November 2012
//Posted by Unknown

"Forbidden Kiss "
.
.
.

© Aulia F. Rahmi
Rated : T
Genre : Apa yang cocok? Romance aja, lah.
.
Miharu PoV

Bodohnya Kaito yang mengirimku kemari. Dia tau aku tidak mahir dalam dunia tulis-menulis. Tapi sekarang dia memintaku untuk membuat surat keputusan darinya untuk salah satu kubu musuh bebuyutan ksatria.

“Iwa-sama, sekertaris Kaito datang.” Ucap pengawal kepada bosnya. Samar-samar kudengar gumaman yang menyetujuiku masuk dari balik pintu.

Pengawal itu pergi meninggalkan ruangan saat Iwa, pemimpin kelompok ini membalikkan badannya. Ia sedang membelai sayang pedangnya sambil menyeringai. Jenis seringai dingin aneh.

“Ada apa? Apa maksud kedatanganmu kemari?” tanya Iwa yang masih bermesraan dengan senjatanya. Telunjuknya menelusuri tepi tajam pedang, mengalirkan darah segar dari sana.

“Ini,” aku memberikan map yang berisi karyaku tadi. Sekarang aku tidak peduli apakah tulisanku layak atau tidak. Mata dan pikiranku terpaku menatapnya, ngeri. Bagaimana bisa dia kalah dalam perang? Melukai dirinya sendiri pun ia tak segan. Ada sedikit rasa khawatir dariku pada Kaito ketika melihat lawannya ini menggoreskan luka pada jarinya sendiri dengan sadis. Iwa cepat-cepat memasukkan telunjuknya yang berdarah ke dalam mulut, meneteskan bercak merah darah dari sudut bibirnya.

Ide Kaito untuk melakukan gencatan senjata memang buruk, aku sudah tau itu dari awal. Tapi dia tetap mendesakku untuk menyelesaikan surat ini. “Melihat pasukan dan amunisi kita yang semakin menipis, kita sudah bisa pastikan dua hari kedepan kelompok kita akan kalah telak,” dia berbicara banyak jika ditanya tentang strategi berperang—kelainan sejak lahir rupanya.

Iwa bergumam tentang “pengecut” sambil memasukkan bilah pedangnya kembali dalam sarung perak mahal, lalu berbalik menatapku dengan kertas yang masih kuat ia cengkram.

Cahaya merah-lembayung senja menyelusup melewati jendela samping. Menyiram baju besi yang ia kenakan, membuat efek seolah-olah besi itu dapat memancarkan cahaya sendiri. Anak rambut yang membingkai wajahnya bergoyang oleh angin. Kubiarkan pesonanya menghipnotis mataku sebentar. Aku tidak bisa membohong diriku sendiri, di tampan.
“Bilang pada pemimpinmu...” ia memberikan jeda untuk bisa lebih dekat denganku, “aku punya syarat.”

Aku menyentuh pergelangan tangannya yang menangkup pipiku. Was-was untuk bisa segera menjauh, tapi dia menarik kepalaku lebih dulu. Aku benar-benar lupa bagaimana caranya bernapas ketika dia menyatukan bibir kami. Membawaku dalam sebuah ciumannya, tanpa perlawanan dariku.

Heran kenapa diriku terdiam, dan malah membalasnya.

“A...aku ingin mm...menikahimu,” ucapnya di sela-sela ciuman yang ia buat.

Entah apa yang akan Kaito katakan nantinya. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menutup mata.

*FIN
Gajegajegaje, ah! ini sebenere belum selesai. Cuma drabble, sih. WHAT?! Drabble panjangnya segini?--btw, drabble berkisar 200 kata, kan ya? Abaikan lah... ^^ ini udah kelewat 170 kata haha.
Tag :

Blue Jasmine

//Kamis, 29 November 2012
//Posted by Unknown
"Blue Jasmine"
.
.
 .
© Aulia F. Rahmi
Rated : T
Genre : Family, Hurt/Comfort/Broken Home

Angin memburu malam itu. Guyur hujan membahana di kap mobil miliknya, menimbulkan suara bising yang teramat sangat—dikarenakan alumunium tipis mobil yang melingkupi mereka semua. Ia bisa melihat betapa murkanya tetes-tetes sadis di luar sana. Gelap—bukan hanya karena minimnya cahaya di daerah sekitar, juga karena hawa yang menyelubungi beberapa insan yang sedang duduk di dalam mobil keluaran tahun'94 itu.

Beberapa—lebih tepatnya hanya dua orang—terlelap, terbuai dalam lullaby hujan dan merdunya suara penyanyi yang tak henti-hentinya mengalunkan lagu paling trend masa lalu. Tak sadar akan suara lain yang tak kalah keras dengan tusukan hujan dan deru mesin mobil.

Jangan lagi... jangan lagi... kau goreskan...

"Sudahlah! Aku tak mau dengar lagi."

"Terserah apa katamu. Aku mencintaimu! Dan itu terbukti 100%!!!"

Ku tak mau... ohoh... melati biru...

Seorang anak gadis yang terduduk lesu di samping adiknya menghela nafas panjang. Rasa kekecewaan muncul dari sana. Menyusup diantara dinginnya suhu akibat penghujan. Mengalahkan suara apapun yang ia dengar. Hanya rasa kecewa. Dia pura-pura tidur, jelas. Matanya yang bergerak-gerak memincing menandakan bahwa ia bukanlah seorang dari kalangan aktris yang sering dipertontonkan dalam film-film sinetron—tapi tak usah berepot-repot meniru adegan difilm apapun. Toh mereka yang—dianggap satu-satunya orang yang masih sadar di dalam mobil—tak akan menyadarinya. Mereka sibuk dengan topik sepanjang harinya.

Jangan lagi... jangan lagi... ohoh...

Anak gadis tadi menangkap bintik cahaya dari kejauhan, terselip diantara pekatnya kabut. Arah pandangnya tidak fokus. Sekali-kali, ia mengedipkan matanya. Juga memekapkan jaket tebal yang digenggamnya tepat di depan daun telinganya. Berharap tuli mendadak. Berharap setelah tuli, ia tidak akan pernah mendengarkan suara-suara yang paling ia benci.

Ku tak mau... ohoh...

Bukan suara-suara ini—bising mobil, hujan, dengkuran halus dari sampinya, guntur—bukan itu. Bukan apapun yang menyangkut alam. Sekenannya, ini adalah suara yang paling ia benci.

"Sepertinya aku tak akan percaya lagi padamu..."

"..."

"Sekarang, kepercayaanku telah pudar 10%"

"..."

Tak mau... ohoh... melati biru...

Lagu sendu dari tape recorder mobil tetap setia menemani suara-suara yang ia benci. Oh... betapa ia bencinya suara-suara semacam itu.

"Kenapa bisa?  Kau ini suamiku! "

"Jangan bercanda... aku tau dirimu yang sebenarnya..." tak perlu berepot ria untuk menelengkan wajah ke depan orang itu. Terdengar dari caranya bicara saja, semua orang yang mendengarnya pasti tau bahwa sosok tadi sedang menyeringai.

"Apa maksudmu?!"

"Jangan munafik seperti itu..."

Tuhan... betapa anak tadi membenci mereka. Benci nada-nada sinis mereka. Benci tindakan mereka yang terkesan childish. Benci apapun yang menyangkut dengan topik yang sedang mereka bicarakan. Bukan tentang dirinya, tentu saja. Mereka memusatkan semua masalah ini kepada seseorang yang di luar sana. Yang mungkin saja dia sedang berlari-lari di tengah hujan, ditengah rimbunnya kriminalitas kota jauh sana. Karena memang dialah penyebabnya. Karena dialah kriminalnya. Karena dialah ia membenci akan lahirnya suara ini.

Kilatan datang dari langit secara tiba-tiba. Memperlihatkan raut wajah setiap orang yang ada disana. Hanya sepersekian detik saja, setelah itu, raut wajah mereka kembali terdustai dengan gelapnya malam.

Melati... biru...

"TITIK!!!—aku TIDAK AKAN pernah percaya padamu LAGI!!!"

Ohoh...

Kilat cahaya turun kembali menyapa wajah-wajah lelah mereka. Tak terkecuali gadis tadi. Menampakkan aliran air matanya yang turun dengan pasti. Jalurnya tersapu kilat untuk yang kedua kali, seakan ingin memperjelas ekspresi kacaunya. Jalur tetes sucinya bagaikan es yang takkan pernah mencair diantara kering dan panasnya gurun. Gadis itu menggigit bibirnya menahan isak.

Terbuktilah sudah, bahwa usahanya untuk memekakkan telinganya sendiri gagal. Mungkin Tuhan belum merestui rencana konyolnya untuk itu. Dan pada akhirnya, ia medengar suara-suara kebencian yang tenggelam diantara lautan kebencian itu sendiri.

Ku tak mau... ohoh... ku tak mau...

*FIN
10/11/12【爱】

**Ini beneran loh, lagu merdu dari tape recorder itu judulnya "Melati Biru"-nya KoesPlus. Artinya hal yang tak diinginkan khukhukhu :'( dan pengalaman pribadi. Banyak juga yang bilang, "Li, kok bingungin, sih?" bahahaha, iya emang -___-
Tag :