// Unknown // On-Kamis, 29 November 2012

"Blue Jasmine"
.
.
 .
© Aulia F. Rahmi
Rated : T
Genre : Family, Hurt/Comfort/Broken Home

Angin memburu malam itu. Guyur hujan membahana di kap mobil miliknya, menimbulkan suara bising yang teramat sangat—dikarenakan alumunium tipis mobil yang melingkupi mereka semua. Ia bisa melihat betapa murkanya tetes-tetes sadis di luar sana. Gelap—bukan hanya karena minimnya cahaya di daerah sekitar, juga karena hawa yang menyelubungi beberapa insan yang sedang duduk di dalam mobil keluaran tahun'94 itu.

Beberapa—lebih tepatnya hanya dua orang—terlelap, terbuai dalam lullaby hujan dan merdunya suara penyanyi yang tak henti-hentinya mengalunkan lagu paling trend masa lalu. Tak sadar akan suara lain yang tak kalah keras dengan tusukan hujan dan deru mesin mobil.

Jangan lagi... jangan lagi... kau goreskan...

"Sudahlah! Aku tak mau dengar lagi."

"Terserah apa katamu. Aku mencintaimu! Dan itu terbukti 100%!!!"

Ku tak mau... ohoh... melati biru...

Seorang anak gadis yang terduduk lesu di samping adiknya menghela nafas panjang. Rasa kekecewaan muncul dari sana. Menyusup diantara dinginnya suhu akibat penghujan. Mengalahkan suara apapun yang ia dengar. Hanya rasa kecewa. Dia pura-pura tidur, jelas. Matanya yang bergerak-gerak memincing menandakan bahwa ia bukanlah seorang dari kalangan aktris yang sering dipertontonkan dalam film-film sinetron—tapi tak usah berepot-repot meniru adegan difilm apapun. Toh mereka yang—dianggap satu-satunya orang yang masih sadar di dalam mobil—tak akan menyadarinya. Mereka sibuk dengan topik sepanjang harinya.

Jangan lagi... jangan lagi... ohoh...

Anak gadis tadi menangkap bintik cahaya dari kejauhan, terselip diantara pekatnya kabut. Arah pandangnya tidak fokus. Sekali-kali, ia mengedipkan matanya. Juga memekapkan jaket tebal yang digenggamnya tepat di depan daun telinganya. Berharap tuli mendadak. Berharap setelah tuli, ia tidak akan pernah mendengarkan suara-suara yang paling ia benci.

Ku tak mau... ohoh...

Bukan suara-suara ini—bising mobil, hujan, dengkuran halus dari sampinya, guntur—bukan itu. Bukan apapun yang menyangkut alam. Sekenannya, ini adalah suara yang paling ia benci.

"Sepertinya aku tak akan percaya lagi padamu..."

"..."

"Sekarang, kepercayaanku telah pudar 10%"

"..."

Tak mau... ohoh... melati biru...

Lagu sendu dari tape recorder mobil tetap setia menemani suara-suara yang ia benci. Oh... betapa ia bencinya suara-suara semacam itu.

"Kenapa bisa?  Kau ini suamiku! "

"Jangan bercanda... aku tau dirimu yang sebenarnya..." tak perlu berepot ria untuk menelengkan wajah ke depan orang itu. Terdengar dari caranya bicara saja, semua orang yang mendengarnya pasti tau bahwa sosok tadi sedang menyeringai.

"Apa maksudmu?!"

"Jangan munafik seperti itu..."

Tuhan... betapa anak tadi membenci mereka. Benci nada-nada sinis mereka. Benci tindakan mereka yang terkesan childish. Benci apapun yang menyangkut dengan topik yang sedang mereka bicarakan. Bukan tentang dirinya, tentu saja. Mereka memusatkan semua masalah ini kepada seseorang yang di luar sana. Yang mungkin saja dia sedang berlari-lari di tengah hujan, ditengah rimbunnya kriminalitas kota jauh sana. Karena memang dialah penyebabnya. Karena dialah kriminalnya. Karena dialah ia membenci akan lahirnya suara ini.

Kilatan datang dari langit secara tiba-tiba. Memperlihatkan raut wajah setiap orang yang ada disana. Hanya sepersekian detik saja, setelah itu, raut wajah mereka kembali terdustai dengan gelapnya malam.

Melati... biru...

"TITIK!!!—aku TIDAK AKAN pernah percaya padamu LAGI!!!"

Ohoh...

Kilat cahaya turun kembali menyapa wajah-wajah lelah mereka. Tak terkecuali gadis tadi. Menampakkan aliran air matanya yang turun dengan pasti. Jalurnya tersapu kilat untuk yang kedua kali, seakan ingin memperjelas ekspresi kacaunya. Jalur tetes sucinya bagaikan es yang takkan pernah mencair diantara kering dan panasnya gurun. Gadis itu menggigit bibirnya menahan isak.

Terbuktilah sudah, bahwa usahanya untuk memekakkan telinganya sendiri gagal. Mungkin Tuhan belum merestui rencana konyolnya untuk itu. Dan pada akhirnya, ia medengar suara-suara kebencian yang tenggelam diantara lautan kebencian itu sendiri.

Ku tak mau... ohoh... ku tak mau...

*FIN
10/11/12【爱】

**Ini beneran loh, lagu merdu dari tape recorder itu judulnya "Melati Biru"-nya KoesPlus. Artinya hal yang tak diinginkan khukhukhu :'( dan pengalaman pribadi. Banyak juga yang bilang, "Li, kok bingungin, sih?" bahahaha, iya emang -___-

{ 2 komentar... read them below or Comment }

  1. Sabar, Ai-chan... Iya, sih, ceritanya agak nggak ngerti. bingungin gitu. Lah, tapi yang namanya pengalaman pribadi, juga butuh privasi. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha... iya, kan bener T.T makasih, anonim. anda baik. pengertian pula :') *seka air mata haru

      Hapus